SURYAMALANG.COM, MALANG - Sebuah tempat menampungan TKI ilegal atau tempat penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal digerebek Satreskrim Polresta Malang kota
Dua orang ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, 41 CPMI diekluarkan dari tempat penampungan ilegal itu.
Kedua tersangka itu adalah perempuan berinisial HNR (45), warga Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang dan laki-laki berinisial DPP (37), warga Kecamatan Sukun Kota Malang.
Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono mengatakan, ungkap kasus tersebut bermula dari adanya laporan penganiayaan.
Dimana korbannya adalah seorang perempuan sekaligus CPMI berinisial HN (21), warga Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
"Beberapa hari yang lalu, ada laporan masuk ke kami dari korban berinisial HN. Dimana korban ini mengaku dianiaya, dipukul, serta alami trauma psikis hingga dirawat di RS Saiful Anwar (RSSA) Malang,"
"Penganiayaan ini terjadi, karena korban tidak sengaja membuat anjing peliharaan milik tersangka HNR mati. Dan dari hal itu, kami lakukan penyelidikan dalam memberikan keadilan kepada korban," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di halaman belakang Polresta Malang Kota, Jumat (15/11/2024).
Dari pendalaman terhadap kasus penganiayaan itu, akhirnya terungkap tempat penampungan CPMI bernama PT NSP yang dikelola oleh tersangka ternyata ilegal.
Sebagai informasi, tempat penampungan CPMI ilegal itu terletak di dua perumahan berbeda yang berada di Kecamatan Sukun.
Dan saat pihak kepolisian melakukan penggerebekan pada Jumat (8/11/2024) lalu, ada sebanyak 41 CPMI berada di dalam.
"Dari pemeriksaan saksi sebanyak 47 orang dan melakukan gelar perkara, kami tetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu berinisial HNR dan DPP," tambahnya.
Diketahui, HNR memiliki peran sebagai penanggung jawab tempat penampungan.
Sedangkan DPP, memiliki jabatan sebagai kepala cabang PT NSP wilayah Malang.
"Jadi, mereka itu mendaftar di PT NSP sebagai CPMI dan rencana akan diberangkatkan ke Hongkong. Namun sebelumnya, mereka dibawa dan dilatih di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tangerang,"
"Setelah tiga bulan di LPK, mereka dikembalikan lagi ke PT NSP. Namun dari penyidikan yang kami lakukan, ternyata PT NSP ini tidak ada perizinannya (izin tempat penampungan CPMI)," bebernya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka HNR dijerat Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 69 dan atau Pasal 71 UU RI No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman 15 tahun penjara.
Untuk tersangka DPP, dijerat dengan Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 69 dan atau Pasal 71 UU RI No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman 15 tahun penjara.
"Hingga saat ini, masih terus kami dalami, apalagi mereka sudah beroperasi mulai Februari 2024. Intinya, penyidikan masih terus berjalan dan kami juga akan memeriksa pihak LPK yang berada di Tangerang," terangnya.
Lalu untuk nasib 41 CPMI yang berada di tempat penampungan, ternyata sebanyak 13 CPMI dititipkan di Rumah Aman (Safe House) Dinsos P3AP2KB Kota Malang dan sebanyak 28 CPMI telah dikembalikan ke rumahnya masing-masing.
Sementara itu, tersangka HNR mengaku bahwa beberapa PMI di tempatnya telah berangkat ke Hongkong.
"Iya, sudah ada yang berangkat. Tetapi untuk jumlahnya, saya lupa," tandasnya.
No comments: