SURYAMALANG.COM - Beginilah momen kebahagiaan guru honorer terima gaji sertifikasi setelah menunggu selama 7 tahun lamanya.
Sang guru honorer pun langsung terharu sampai sujud syukur saat menerima gaji sertifikasi yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama.
Sebuah video momen haru seorang guru honorer menerima gaji sertifikasi, viral di media sosial.
Sang guru honorer itu sudah 7 tahun menantikan gaji sertifikasi tersebut keluar.
Momen tersebut berhasil membuat warganet ikut haru.
Video momen haru guru honorer menerima gaji sertifikasi pertamanya itu viral dibagikan akun TikTok hiramadona, Jumat (5/4/2024).
Dalam video tersebut memperlihatkan seorag wanita berbaju hijau mendatangi sebuah gerai tarik tunai.
Ia terlihat menyerahkan sebuah kartu ATM kepada penjaga gerai tersebut.
Dalam narasi video, wanita berbaju hijau tersebut merupakan seorang guru honorer.
Ia sedang mengecek gaji sertifikasinya setelah 7 tahun menunggu.
Tampak penjaga gerai tersebut memberi tahukan bahwa guru honorer tersebut mendapatkan gaji tersebut.
Mendengar hal tersebut terlihat reaksi sang guru honorer itu kaget dan menangis haru.
Tak hanya itu, dia juga langsung melakukan sujud syukur.
Melihat reaksi guru honorer tersebut, penjaga gerai itu menghampirinya untuk menguatkan guru tersebut.
Sementara guru honorer itu terus menangis tak kuasa menahan rasa haru dan rasa syukurnya.
Dalam narasi video, pengunggah menyebut guru honorer tersebut menunggu gaji sertifikasi itu selama 7 thaun lamanya.
“Seorang guru honorer yang menunggu gaji sertifikasinya selama 7 tahun akhirnya keluar juga…sehat selalu ya buk,” tulis pengunggah.
Pengunggah juga memberikan keterangan berupa kata-kata penyemangat untuk para guru yang sedang berjuang.
“Perjuangan seorang guru tiada batas,,semoga sukses selalu ibu guru se Indonesia,” tulisnya.
Dalam kolom komentar, pengunggah menyebut guru honorer tersebut menerima gaji sertifikasi pertamanya sekitar Rp 6 juta.
Diketahui momen haru guru honorer menangis haru mendapatkan gaji sertifikasi itu terjadi di Sumatera Utara.
Kini, video momen haru guru honorer mendapatkan gaji sertifikasi tersebut menarik perhatian warganet.
Tak sedikit warganet yang mengaku ikut merasakan haru perjuangan dan kesabaran guru honorer tersebut.
Ada juga warganet yang menebak-nebak nominal gaji sertifikasi yang didapatkan guru honorer tersebut.
Berikut beragam komentar warganet.
KUE PASALU
“Ibu lanjutannya mn.ikut sedih”
pecandu sholat aminn
“Nominal gaji sertifikasi guru?”
syafira
“Kalo honor 1,5 jt kak...klo PNS 1 kali gaji sesuai golongan & pangkatnya.”
pojok tambang
“Kami sebagai murid, yg pernah merasakan ketulusan para guru, berharap guru honorer bisa di berikan rejeki melimpah. AMIN”
Terri olshop
“Suamiku jadi guru honorer sudah ada 10 th, Alhamdulillah tahun ini baru lolos sertifikasi”
david
“7 THN penantian yg panjang.. guru hebat dan penuh ke ikhlaskan mengajar..” tulis beragam komentar warganet.
Pro-Kontra Guru SD Viral Dapat THR dari Murid
Pro-kontra guru SD viral dapat THR dari murid beredar di media sosial dan ikut menjadi sorotan pengamat pendidikan
Pengamat pendidikan pun menyinggung unsur gratifikasi dan problem gaji kecil yang masih dialami oleh guru di Indonesia.
Kendati begitu, pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari murid untuk guru juga dinilai pengamat sebagai suatu hal yang kurang tepat.
Video viral guru SD dapat THR dari murid ini diunggah ulang oleh akun X @tanyaknrl.
Dalam unggahan itu terlihat sejumlah siswa berbaris dan membawa THR berupa makanan dan bahan minuman untuk wali kelasnya.
'THR untuk wali kelas 2A. Semoga berkah' bunyi keterangan yang tertulis dalam foto.
Hingga kini unggahan itu pun ditonton lebih dari 1,3 juta kali dan menuai beragam reaaksi warganet.
'Duhhh nanti jadi kebiasaan ya gak sih? Gimana kalo ada orang tuanya yang gak punya ya' tulis pengunggah.
Atas video tersebut, pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina Liem menerangkan tindakan itu adalah salah satu bentuk gratifikasi.
Meski didasari oleh perasaan sukarela, namun ada unsur tekanan sosial yang terjadi dalam kondisi tersebut.
PENGALAMAN BARU
Ketika semua anak memberikan barang kepada guru, anak yang tidak memberi dan hanya duduk saja mungkin akan merasa malu.
“Selama ada namanya, atau kelihatan orangnya siapa, meskipun orangnya mengatakan kalau hal tersebut merupakan bentuk terima kasih, itu merupakan gratifikasi,” ungkap Ina saat dihubungi, Selasa (2/4/2024).
Menurut Ina, dari pihak guru, akan ada rasa "sudah diberi sesuatu" sehingga dapat memicu pilih kasih atau favouritsm secara tidak sengaja.
Ina juga mempertanyakan tujuan orang tua atau wali murid melakukan tindakan tersebut.
Dari pendapat Ina, terkadang ada orang tua atau wali yang ingin merasa anaknya mendapatkan posisi 'aman' di dalam kelas.
Posisi “aman” yang dimaksud juga mempunyai motif yang beragam, seperti mendapatkan nilai yang baik, menaikkan nilai atau mengikutsertakan anak untuk lomba.
Jadi, orang tua atau wali nantinya akan bertindak membaik-baikkan tenaga pendidikan yang bertugas untuk memberikan nilai kepada anaknya.
“Selama ada tujuan seperti itu dari orang tua, mereka akan selalu menemukan kesempatan untuk melakukan hal tersebut, seperti hadiah untuk kenaikan kelas, hari raya, atau lainnya,” ujar Ina.
Apabila nantinya ada dinas terkait memberi hukuman karena viralnya video itu, Ina menilai hal tersebut tidak akan berdampak signifikan.
Hal-hal kecil semacam itu seharusnya dihilangkan secara bertahap, bukan langsung dihilangkan begitu saja.
“Ya memang kita tidak bisa menyangkal ya, kalau di Indonesia budaya memberi dan berterima kasih ini sangat kuat. Kalau langsung larangan bisa dianggap ekstrem di Indonesia,” terang Ina.
Terkait dengan kemungkinan alasan gaji guru yang rendah, Ina berpendapat asumsi tersebut juga kurang tepat.
Apabila ada masalah gaji yang kurang mencukupi, idealnya guru yang merasakan hal tersebut meminta kepada kepala sekolah untuk mengorganisir kegiatan secara bersama-sama.
“Misal ada guru honorer dengan gaji yang tidak layak dan orang tua siswa ingin berterima kasih karena ingin memberi lebih, kalau bisa diorganisir dan sifatnya bukan paksaan,” terang Ina.
Kemudian Ina menerangkan masih ada solusi lain untuk mencegah adanya gratifikasi di lingkungan sekolah.
Ina mencontohkan sebagai ungkapan rasa terima kasih, mungkin sekolah bisa melakukannya secara kolektif dan tidak bersifat individu.
Nantinya, para siswa yang ingin memberikan, akan meletakkannya begitu saja di dalam kardus.
Apabila sumbangan tersebut berupa uang, siswa dapat diminta untuk memasukkannya ke dalam amplop tanpa nama.
“Kalau kolektif seperti ini jadi lebih baik, siapa saja mau menyumbang boleh. Dan itu nanti akan dibagikan secara merata ke para pendidik,” tutur Ina.
Menurut Ina, solusi seperti ini lebih mengedepankan rasa berbagi karena tidak ada identitas (anonim) dan antar pendidik pun tidak ada rasa kecemburuan.
No comments: