Malang (beritajatim.com) – Alarm darurat kesehatan berbunyi nyaring di Kota Malang. Penelitian terbaru mengungkap fakta bahwa partikel mikroplastik telah menyusup jauh ke dalam organ-organ vital manusia, termasuk ditemukan dalam sampel darah, urin, hingga cairan amnion (ketuban) ibu hamil.
Temuan ini menjadi puncak dari krisis sampah plastik yang tak terkendali di kota tersebut, di mana lebih dari 106 ton sampah plastik mencemari lingkungan setiap harinya.
Penelitian yang diinisiasi oleh Komunitas MARAPAIMA dan Ecoton, serta melibatkan mahasiswa Departemen Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Malang (UM), menunjukkan data yang mengkhawatirkan.
“Dalam darah ditemukan rata-rata 88 partikel dari 26 sampel, pada amnion sebanyak 107 partikel dari 11 sampel, serta pada urin sebanyak 52 partikel dari 9 sampel,” ungkap Muhammad Alvin Alvianto, salah satu peneliti mahasiswa yang terlibat.
Yang lebih mengerikan, jenis plastik yang paling banyak ditemukan adalah PET (polyethylene terephthalate), bahan utama pembuat botol air minum kemasan sekali pakai. Partikel ini terbukti mampu menembus selaput pelindung darah-otak, membuka gerbang risiko penurunan kognitif hingga demensia.
Ancaman kesehatan ini berbanding lurus dengan kondisi pengelolaan sampah di Kota Malang yang berada di titik nadir. Data menunjukkan, kota ini memproduksi sekitar 778,34 ton sampah setiap hari. Dari jumlah itu, 13,7% atau setara dengan 106,6 ton adalah sampah plastik yang terus menumpuk di TPA Supit Urang.
Upaya pemerintah kota dinilai masih sangat lemah. Surat Edaran Wali Kota Malang No. 8/2021 tentang pembatasan plastik sekali pakai dianggap sebagai macan kertas. Tanpa adanya pengawasan ketat, sanksi tegas bagi pelanggar, maupun insentif bagi pelaku usaha yang beralih ke alternatif ramah lingkungan, kafe dan UMKM terus bergantung pada kemasan sekali pakai.
Akibatnya, akumulasi sampah plastik semakin parah, tidak hanya merusak estetika kota tetapi juga menjadi sumber utama kontaminasi mikroplastik yang kini mengancam kesehatan warganya dari dalam.
Partikel plastik berukuran mikro ini masuk ke tubuh manusia melalui tiga jalur utama: udara yang kita hirup, makanan dan minuman yang kita konsumsi, serta penyerapan melalui kulit. Diperkirakan setiap orang dapat menghirup hingga 53.700 partikel per tahun.
Setelah masuk ke saluran pencernaan, prosesnya berlanjut: dibungkus protein: Permukaan mikroplastik dibungkus oleh protein tubuh, memungkinkan menembus lapisan lendir pelindung usus.
Kedua, penyerapan, partikel ini kemudian diserap oleh sel-sel di usus halus. Lalu masuk ke aliran darah melalui berbagai mekanisme seluler, mikroplastik berhasil menembus dinding usus dan masuk ke pembuluh darah kapiler.
Selanjutnya, menyebar ke organ vital: Terbawa oleh aliran darah, partikel asing ini akhirnya menyebar dan berpotensi mengendap di berbagai organ krusial seperti jantung, otak, paru-paru, hingga hati. Invasi mikroplastik di dalam tubuh bukanlah tanpa konsekuensi.
Berbagai studi global dan temuan lokal mengkonfirmasi dampak seriusnya:
Pertama, sistem saraf pusat, partikel yang menembus sawar darah-otak dapat menurunkan daya ingat dan konsentrasi, serta dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia, depresi, dan kecemasan. Kedua, Sistem Reproduksi: Ditemukan di air mani, testis, hingga plasenta, mikroplastik terbukti menurunkan kualitas sperma, mengganggu hormon kesuburan, dan membahayakan perkembangan janin.
Ketiga, paru-paru: Akumulasi partikel dapat memicu peradangan kronis, kerusakan jaringan, dan meningkatkan risiko asma hingga kanker paru-paru. Keempat, sistem Kardiovaskular: Mikroplastik di jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan peradangan, gangguan irama jantung (aritmia), hingga meningkatkan risiko gagal jantung dan stroke.
Salah satu perwakilan komunitas saat melakukan aksi di jalan veteran kota Malang (Foto: Istimewa)
Terakhir, saluran pencernaan: Menyebabkan peradangan usus, resistensi insulin, dan dihubungkan dengan risiko kanker pankreas.
Melihat bukti yang tak terbantahkan, Komunitas MARAPAIMA dan Yayasan ECOTON melalui aksi damai Plastic Free July 2025 menyerukan tindakan tegas dari semua pihak. “Ini bukan lagi soal lingkungan saja, ini adalah darurat kesehatan publik global. Mikroplastik sudah ada di dalam darah kita, di otak kita, dan bahkan di janin yang belum lahir,” tegas perwakilan komunitas.
Tuntutan aksi yang diserukan adalah:
1. Untuk Pemerintah Kota Malang: Segera ganti Surat Edaran yang tidak efektif dengan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang total plastik sekali pakai. Terapkan sanksi tegas dan dorong sistem isi ulang (refill).
2. Untuk Pelaku Usaha (Kafe & UMKM): Hentikan segera penggunaan kemasan plastik sekali pakai, terutama PET (botol air minum) dan Polystyrene (styrofoam). Beralihlah ke kemasan guna ulang yang aman bagi konsumen.
3. Untuk Masyarakat: Tolak produk dengan kemasan plastik berlebih. Mulailah gaya hidup bebas plastik dengan membawa botol minum dan wadah makan sendiri. Suarakan hak atas lingkungan dan tubuh yang sehat. (dan/ted)
No comments: