SURYAMALANG.COM - Beginilah nasib Ato hidup di gubuk reyot berdinding bambu nyaris rubuh bersama anak-anaknya.
Selain tinggal di rumah reyot, Ato ter nyata hanya bekerja serabutan bahkan ditinggal selingkuh istrinya.
Diketahui Ato (51), dia tinggal di Kampung Mekarjaya RT 04/04, Desa Cikangkung, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Di rumah itu, Ato tinggal bersama dua anaknya, yang perempuan S (12) dan yang laki-laki A (10).
Sudah sekitar 15 tahun Ato menempati rumah bak gubuk peninggalan ayahnya itu.
Ato mengaku tidak mampu membangun rumah yang layak untuk dihuni bersama dua anaknya.
Terlebih S tidak normal seperti anak pada umumnya. Sedangkan A saat ini duduk di bangku sekolah dasar.
Ato pun terlihat pasrah dengan keadaan. Dia tak tahu nasibnya ke depan, terlebih untuk masa depan kedua anaknya.
"Saya sebenarnya banyak keresahan. Satu, kalau di musim hujan itu sudah tidak ada tempat untuk tidur, susah lah sana sini sudah bocor, gentingnya sudah rapuh," kata Ato, Kamis (18/4/2024).
Ato membetulkan bambu yang menjadi penyangga rumahnya yang sudah hampir ambruk di Kampung Mekarjaya RT 04/04, Desa Cikangkung, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. (Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin) ()
"Banyak kurang, aktivitas banyak enggak jalan, enggak bisa usaha dikarenakan saya momong anak saya masih kecil. Kerja enggek bisa jauh.
Saya paling ngebun dikit-dikit daripada banyak stres memikirkan nasib seperti saya ini," ucap Ato.
Ia mengaku saat musim hujan harus tidur berdempetan bersama dua anaknya itu karena atap rumah bocor.
Terlebih saat terjadi angin kencang, ia merasakan waswas rumahnya akan ambruk.
"Di samping sudah pada disangga pakai bambu. Terus mau tidur susah kalau hujan, di sini bocor, di sana bocor, saya tidur bertiga numpuk paling.
Terus mau keluar juga susah, takutnya kalau ada angin ambruk," kata Ato sambil menangis.
Ato menjelaskan, ia baru sekali mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) berupa beras dan uang.
Ato pun berharap pemerintah bisa memberikan bantuan rumah layak huni untuk ia tempati bersama dua anaknya.
"Harapannya rumah seperti itu ingin diperbaiki, ingin seperti orang kalau maunya, tapi insyaallah," kata Ato.
Untuk melanjutkan hidup, Ato bekerja sebagai petani, tapi bukan di lahan sendiri.
Dia mengaku numpang menanam singkong dan pisang agar bisa mendapatkan uang.
Hasil taninya itu tidak cukup untuk makan sehari-hari.
Dia terkadang menjadi kuli agar bisa mencukupi kebutuhan makan dua anaknya.
"Saya kadang kuli kalau ada yang nyuruh, (upahnya) cukup untuk dua hari, tiga hari.
Setelah itu saya ke kebun lagi, terus bersihkan kebun, kadang lama enggk ada yang nyuruh kuli," ujar Ato.
Upahnya dari hasil kuli pun hanya cukup untuk membeli beras.
Ato dan kedua ankanya kerap makan hanya nasi tanpa lauk.
Kerja sebagai kuli pun ia tidak bisa mengambil jika lokasi pekerjaannya jauh dari rumah.
Karena ia harus merawat anak perempuannya yang mengalami keterbelakangan mental, serta anak keduanya masih sekolah.
Terkadang, Ato harus membawa kedua anaknya ke kebun karena tidak ada yang merawat di rumah.
Mengenai istri, Ato mengatakan, perempuan yang memberinya dua anak itu pergi dari rumah bersama pria lain.
Awalnya, istrinya pamit pergi untuk bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi sekitar 2016.
Ia mengaku, sang istri bekerja sekitar dua tahun di Arab Saudi.
Dia sempat mendapatkan kabar istrinya akan pulang ke Indonesia.
Namun, ternyata istrinya pulang ke laki-laki lain, meninggalkan Ato bersama dua anaknya.
Ato tidak menyebutkan identitas istrinya yang tega pergi dengan lelaki lain.
"Katanya di daerah Bandung," ucap Ato
No comments: