Nasib Pelaku Carok yang Tewaskan 4 Orang Malah Tertawa saat Cerita Aksinya: Ketinggalan Saya


 

TRIBUNJATIM.COM - Pelaku carok Mochamad Werdi bahkan tertawa saat dirinya bercerita soal aksi caroknya yang menewaskan 4 orang di Madura.

Diketahui, Werdi sempat tertawa ketika bercerita soal ganasnya aksi sang kakak, Hasa Busri.

Werdi menjelaskan detik-detik dirinya sempat ketinggalan motor

Diketahui Hasan Busri dan Mochamad Werdi melakukan aksi carok melawan 4 pendekar di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Werdi memang turut ikut karena diajak oleh Hasan Busri melakukan carok melawan 4 pendekar pada pukul 18.30 WIB, Jumat (12/1/2024).

Saat carok Werdi melawan Nujehri dan Hafid.

Sedangkan Hasan melawan Mat Tanjar dan Mat Terdam.

Sementara satu orang lagi berbaju putih dan sarung merah diberi ampun oleh Hasan dan Werdi.

"Masih nyerang tapi tidak kena," kata Werdi.

Werdi bercerita, ia membonceng kakaknya dari rumah setelah mengambil dua celurit.

Sesampainya di lokasi, kata Werdi, Hasan Busri langsung loncat.

"Belum standar, sudah loncat dia (Hasan Busri)," kata Werdi.

Ia bahkan bercerita sambil tertawa.

"Ketinggalan saya," kata Werdi sambil tertawa.

Saat sudah menyimpan motor, Werdi langsung ikut kakaknya mengejar lawan.

"(Ikut) Ngejar," kata Werdi.

Akibat melawan pendekar di Desa Bumi Anyar, Werdi hanya mengalami luka di bagian bawah matanya.

"Kena, tapi gak sadar. Terbentur," kata Werdi.

Padahal Werdi dan Hasan Busri melawan 4 pendekar yang disegani saat carok di Madura.

Mereka adalah Mat Tanjar, Mat Terdam, Nujehri dan Hafid.

Mat Tanjar, Mat Terdam dan Nujehri tinggal di Desa Larangan Timur.

Sedangkan Hafid masih satu dusun dengan Hasan dan Werdi.

Kata Werdi, Mat Tanjar merupakan seorang guru silat di dua desa.

Informasinya, Mat Tanjar dan Mat Terdam adalah adik kakak.

Sedangkan Nujheri pamannya.

Sementara Hafid adalah murid silat Mat Tanjar.

"Empat korban pendekar semua. Masih bersaudara dari Desa Larangan," kata seorang warga.

Warga bahkan mengakui kegarangan dari empat korban carok di Madura ini.

"Orang kuat. Memang ditakuti. Semua warga kenal," katanya

Cara pelaku carok Madura tidak luka lawan 4 orang akhirnya terungkap

Ada sosok guru yang pernah menyebarkan ilmunya kepada para pelaku carok ini.

Hasan Busri pelaku carok Madura akhirnya buka suara soal ilmu kebal saat melawan 4 orang.

Hasan membuat pengakuan tentang ilmu kebal yang dimilikinya saat melawan 4 orang.

Pelaku carok Madura ini mengaku memang pernah belajar silat di Kalimantan.

Hasan Busri dan Werdi, adiknya, ditetapkan sebagai tersangka atas tewasnya 4 orang di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Mat Tanjar, Mat Terdam, Najehri dan Hafid tewas saat carok Madura dengan Hasan Busri dan Werdi pada Jumat (12/1/2024), seperti dikutip Tribun Jatim dari TribunMadura.com

Kata Werdi, Mat Tanjar merupakan seorang guru silat di dua desa.

"Ngajar silat," kata Werdi.

Bahkan warga pun menganggap bahwa 4 korban carok Madura ini merupakan seorang Pendekar dan sangat disegani.

"Pendekar semua," kata warga.

Lantas siapa Hasan Busri dan Werdi hingga bisa menewaskan 4 Pendekar saat carok Madura ?

Hasan Busri mengaku memiliki keahlian silat.

"Pernah belajar (silat)," kata Hasan.

Ia mengaku belajar silat di Kalimantan.

"Di Kalimantan," katanya.

Ia tak menjelaskan daerah Kalimantan mana.

Hasan Busri juga menyinggung sosok gurunya.

Meskipun dalam kesempatan itu, pelaku carok tidaklah menjelaskan tentang sosok guru sebenarnya.

Namun informasi beredar, guru silat Hasan Busri sudah wafat.

Katanya Hasan belajar silat di Desa Banjar, Kalimantan.

Saat carok Madura melawan 4 Pendekar, Hasan Busri sama sekali tidak mengalami luka.

Banyak orang curiga bahwa Hasan memiliki ilmu kebal.

"Ndak pak," kata Hasan Busri sembari tertawa.

Betapa tidak pasalnya jaket jins yang ia pakai saat carok Madura mengalami robek di bagian lengan.

Namun lengan Hasan hanya mengalami luka gores saja.

Dalam tragedi carok maut ini, polisi mengamankan tiga celurit.

Dua masih komplit dan satu hanya gagangnya saja.

Atas perbuatannya, Hasan dan adiknya, Werdi, dijerat pasal 240 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Di sisi lain, polisi menyoroti kondisi jaket pelaku carok yang terlihat aneh.

Kondisi jaket pelaku carok di Maduran berbeda dengan luka pada tangannya

Kondisi jaket pelaku carok Madura ini juga sebagai bukti bahwa 4 korban memakai celurit.

Selain itu kondisi jaket pelaku carok juga sebagai gambaran tentang isu bahwa Hasan Busri memiliki ilmu kebal atau tidak.

Hasan Busri bersama adiknya, Wardi, melakukan carok di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur pada Jumat (12/1/2024).

Hasan Busri melawan Mat Tanjar dan Mat Terdam.

Sedangkan Wardi meladeni Nujehri dan Hafid.

4 lawan TRIBUNJATIM.COM - Pelaku carok Mochamad Werdi bahkan tertawa saat dirinya bercerita soal aksi caroknya yang menewaskan 4 orang di Madura.

Diketahui, Werdi sempat tertawa ketika bercerita soal ganasnya aksi sang kakak, Hasa Busri.

Werdi menjelaskan detik-detik dirinya sempat ketinggalan motor.

Diketahui Hasan Busri dan Mochamad Werdi melakukan aksi carok melawan 4 pendekar di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Werdi memang turut ikut karena diajak oleh Hasan Busri melakukan carok melawan 4 pendekar pada pukul 18.30 WIB, Jumat (12/1/2024).

Saat carok Werdi melawan Nujehri dan Hafid.

Sedangkan Hasan melawan Mat Tanjar dan Mat Terdam.

Sementara satu orang lagi berbaju putih dan sarung merah diberi ampun oleh Hasan dan Werdi.

"Masih nyerang tapi tidak kena," kata Werdi.

Werdi bercerita, ia membonceng kakaknya dari rumah setelah mengambil dua celurit.

Sesampainya di lokasi, kata Werdi, Hasan Busri langsung loncat.

"Belum standar, sudah loncat dia (Hasan Busri)," kata Werdi.

Ia bahkan bercerita sambil tertawa.

"Ketinggalan saya," kata Werdi sambil tertawa.

Saat sudah menyimpan motor, Werdi langsung ikut kakaknya mengejar lawan.

"(Ikut) Ngejar," kata Werdi.

Akibat melawan pendekar di Desa Bumi Anyar, Werdi hanya mengalami luka di bagian bawah matanya.

"Kena, tapi gak sadar. Terbentur," kata Werdi.

Padahal Werdi dan Hasan Busri melawan 4 pendekar yang disegani saat carok di Madura.

Mereka adalah Mat Tanjar, Mat Terdam, Nujehri dan Hafid.

Mat Tanjar, Mat Terdam dan Nujehri tinggal di Desa Larangan Timur.

Sedangkan Hafid masih satu dusun dengan Hasan dan Werdi.

Kata Werdi, Mat Tanjar merupakan seorang guru silat di dua desa.

Informasinya, Mat Tanjar dan Mat Terdam adalah adik kakak.

Sedangkan Nujheri pamannya.

Sementara Hafid adalah murid silat Mat Tanjar.

"Empat korban pendekar semua. Masih bersaudara dari Desa Larangan," kata seorang warga.

Warga bahkan mengakui kegarangan dari empat korban carok di Madura ini.

"Orang kuat. Memang ditakuti. Semua warga kenal," katanya

Cara pelaku carok Madura tidak luka lawan 4 orang akhirnya terungkap

Ada sosok guru yang pernah menyebarkan ilmunya kepada para pelaku carok ini.

Hasan Busri pelaku carok Madura akhirnya buka suara soal ilmu kebal saat melawan 4 orang.

Hasan membuat pengakuan tentang ilmu kebal yang dimilikinya saat melawan 4 orang.

Pelaku carok Madura ini mengaku memang pernah belajar silat di Kalimantan.

Hasan Busri dan Werdi, adiknya, ditetapkan sebagai tersangka atas tewasnya 4 orang di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Mat Tanjar, Mat Terdam, Najehri dan Hafid tewas saat carok Madura dengan Hasan Busri dan Werdi pada Jumat (12/1/2024), seperti dikutip Tribun Jatim dari TribunMadura.com

Kata Werdi, Mat Tanjar merupakan seorang guru silat di dua desa.

"Ngajar silat," kata Werdi.

Bahkan warga pun menganggap bahwa 4 korban carok Madura ini merupakan seorang Pendekar dan sangat disegani.

"Pendekar semua," kata warga.

Lantas siapa Hasan Busri dan Werdi hingga bisa menewaskan 4 Pendekar saat carok Madura ?

Hasan Busri mengaku memiliki keahlian silat.

"Pernah belajar (silat)," kata Hasan.

Ia mengaku belajar silat di Kalimantan.

"Di Kalimantan," katanya.

Ia tak menjelaskan daerah Kalimantan mana.

Hasan Busri juga menyinggung sosok gurunya.

Meskipun dalam kesempatan itu, pelaku carok tidaklah menjelaskan tentang sosok guru sebenarnya.

Namun informasi beredar, guru silat Hasan Busri sudah wafat.

Katanya Hasan belajar silat di Desa Banjar, Kalimantan.

Saat carok Madura melawan 4 Pendekar, Hasan Busri sama sekali tidak mengalami luka.

Banyak orang curiga bahwa Hasan memiliki ilmu kebal.

"Ndak pak," kata Hasan Busri sembari tertawa.

Betapa tidak pasalnya jaket jins yang ia pakai saat carok Madura mengalami robek di bagian lengan.

Namun lengan Hasan hanya mengalami luka gores saja.

Dalam tragedi carok maut ini, polisi mengamankan tiga celurit.

Dua masih komplit dan satu hanya gagangnya saja.

Atas perbuatannya, Hasan dan adiknya, Werdi, dijerat pasal 240 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Di sisi lain, polisi menyoroti kondisi jaket pelaku carok yang terlihat aneh.

Kondisi jaket pelaku carok di Maduran berbeda dengan luka pada tangannya.

Kondisi jaket pelaku carok Madura ini juga sebagai bukti bahwa 4 korban memakai celurit.

Selain itu kondisi jaket pelaku carok juga sebagai gambaran tentang isu bahwa Hasan Busri memiliki ilmu kebal atau tidak.

Hasan Busri bersama adiknya, Wardi, melakukan carok di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur pada Jumat (12/1/2024).

Hasan Busri melawan Mat Tanjar dan Mat Terdam.

Sedangkan Wardi meladeni Nujehri dan Hafid.

4 lawan Hasan dan Wardi tewas.

Namun Hasan Busri dan Wardi tidak mengalami luka.

Padahal jaket bahan jins yang dipakai Hasan mengalami robek pada bagian lengannya.

Sobekan itu cukup panjang, namun lengan Hasan hanya tergores saja.

"Ini kenapa ? berantem juga ?" tanya Kapolres Bangkalan AKBP Febri Irman Jaya.

Luka goresan itu ada di bagian tangan dengan pergelangan.

Goresannya di lengan pelaku carok ini sangat pendek, berbeda dengan sobekan pada jaket.

Lantas benarkah pelaku carok Madura memiliki ilmu kebal ?

Ramai pula bahwa 4 korban carok di Madura, Mat Tanjar, Mat Terdam, Nujehri dan Hafid tidak membawa celurit seperti Hasan dan Wardi.

Hasan bercerita ketika melakukan carok celurit yang ia bawa dari rumah patah.

Ia lantas mengambil celurit milik Mat Terdam.

"Saya ambil punya MTJ yang tubuhnya sudah ambruk," kata Hasan Busri.

Bukti lain bahwa 4 korban carok bawa celurit adalah ketika Hasan memegang senjata Mat Terdam.

Hasan mengaku menahan celurit Mat Terdam.

"Saya pegang celuritnya, rebut di depan," kata Hasan Busri.

Mat Terdam mengeluarkan celurit ketika Mat Tanjar memukul Hasan.

"Mat Tanjar mukul saya, Mat Terdam ngeluarin celurit," kata Hasan Busri.

Adik Hasan, Wardi justru mengatakan bahwa kakaknya tidak terkena serangan celurit dari Mat Tanjar dan Mat Terdam.

"Gak kena dia," kata Wardi.

Begitu mendengar kata ‘Carok’, benak masyarakat sudah pasti menggambarkan sebuah peristiwa perkelahian menggunakan senjata tajam berupa celurit.

Namun sejatinya, dari sudut pandang sejarah budaya Madura disebutkan bahwa carok dilandasi persoalan harga diri, kesepakatan duel satu lawan satu, mendapat ‘restu’ dari keluarga kedua belah pihak, hingga tentang keikhlasan.

Hal itu dipaparkan Ketua Pusat Penelitian dan Inovasi Sosial Budaya Madura (LPPM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Iskandar Dzulkarnain.

Dosen Sosiologi UTM mengungkapkan, terjadinya carok kalau dilihat dari sudut pandang sejarah budayanya merupakan persoalan harga diri.

Hal itu diperkuat oleh hasil riset Latief Wiyata yang menyebutkan bahwa sebenarnya terjadinya carok itu 90 persen karena harga diri, persoalan perempuan, dan sudah ada perjanjian antara kedua belah pihak.

Sisanya karena harga diri tentang persoalan perebutan lahan seperti tanah.

Namun saat ini, lanjutnya, telah terjadi pergeseran yang sangat jauh sehingga berujung tindakan kriminal.

Seperti kemarin empat lawan satu, sebenarnya bukan carok tetapi lebih kepada persoalan kriminal, dendam-dendam berujung tindakan kriminal menggunakan sajam.

“Carok bukan lagi persoalan harga diri, tetapi nuansanya lebih ke persoalan politik bahkan hanya sekedar perebutan kekuasaan. Fenomena carok sekarang dilakukan dari belakang, bergerombol membunuh satu orang. Dari perspektif sejarah budaya Madura, itu sebenarnya bukan definisi carok,” ungkap Iskandar kepada Tribun Madura, Selasa (16/1/2024).

Ia menjelaskan, ada kepercayaan masyarakat Madura jaman dulu bagi pihak yang salah dan akhirnya kalah dalam duel carok maka tidak ada dendam. Namun jika pihak yang benar ternyata kalah dengan posisi wajah menghadap ke atas, anak laki-laki atau saudara laki-laki dari pihak yang benar namun kalah harus melakukan balas dendam.

Dan apabila pihak yang benar meninggal dengan wajah menghadap ke bawah atau dengan tubuh tersungkur, itu berarti sudah ikhlas dengan kekalahannya.

Pihak pemenang dan benar akan mengantar jenazah lawan ke rumah keluarga pihak yang kalah, disitulah keikhlasan maksudnya. Di situ akhirnya muncul rasa kebanggan bahwa dia berada di pihak yang benar dan menang,

Iskandar memaparkan, apabila pihak yang salah kemudian kalah dalam carok kemudian jenazahnya diantar oleh pihak yang benar dan menang ke rumah keluarganya, itu sudah menjadi hal yang sudah biasa. Keluarga dari pihak yang salah menerima dengan ikhlas, arahnya lebih ke perilaku sportif. Hanya saja sekarang arahnya lebih dikriminalkan, akhirnya siapapun yang bawa senjata tajam akhirnya dianggap tindakan kriminal.

“Orang yang melakukan carok itu sudah siap semuanya, mulai bekal secara keilmuan, bekal keluarga mengikhlaskan dia ‘berperang’ karena ada rasa malu di keluarga. Kenapa rasa malu itu muncul, karena di Madura itu pola pemikirannya Tanean Lanjeng, itu erat juga juga kaitannya,” paparnya.

Konsep Tanean Lanjeng atau halaman panjang, lanjut Iskandar, merupakan sebuah konsep pemikiran masyarakat Madura yang menekankan setiap anak perempuan Madura yang sudah menikah harus menetap di rumah orangtua atau dibuatkan rumah di samping rumah oleh orang tua. Artinya pihak pria ikut menetap di rumah isteri, berbeda dengan Jawa di mana perempuan yang ikut lak-laki ketika sudah menikah.

Akhirnya terbentuklah konsep tanean lanjeng atau halaman panjang komplek keluarga dengan satu buah langgar atau mushola. Di situlah kenapa setiap rumah di Madura terdapat satu bangunan langgar atau mushola.

Iskandar menjelaskan, setiap tamu yang berkunjung memang tidak boleh langsung masuk ke rumah inti.

Langgar atau mushola selain tempat ibadah juga sebagai tempat untuk tamu dengan harapan menghindari terjadinya perselingkuhan atau main mata.

“ketika seorang perempuan ‘dinistakan’, di situlah perasaan malu atau aib bukan hanya ditanggung suami namun sudah mengusik harga diri keluarga besar.  Jadi para anak perempuan meski sudah menikah harus kumpul dengan orang tua, tidak lepas. Karena itu, carok hingga saat ini masih kuat terjadi meski sudah jauh mengalami pergeseran dari arti sebenarnya,” tuturnya.

Disinggung terkait perihal apa saja yang bisa mengikis fenomena carok?, Iskandar menyebutkan peran kiai sangatlah kuat dalam memberikan pemahaman bahwa membunuh orang baik itu dalam asumsi benar atau salah merupakan tindakan yang tetap perlu dipersalahkan atau merupakan tindakan berdosa.

Pemerintah, lanjutnya, juga mempunyai peran besar untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan.

Apabila derajat pendidikan di Madura masih rendah dan masih banyak masyarakat buta aksara dan kemudahan mendapatkan akses informasi terkait pelanggaran hukum masih sangat terbatas, maka berakhirnya fenomena terjadinya kekerasan menggunakan sajam tidak akan pernah berakhir.

“Sehingga yang terjadi, melakukan pembunuhan itu masih dianggap sebagai tindakan kriminal biasa, padahal itu bisa dipenjara seumur hidup. Peran aparat kepolisian, kejaksaan, dan hakim juga harus diperkuat. Bukan kemudian ada main mata terkait vonis hukuman yang menyebabkan indeks kepercayaan terhadap APH (aparat penegak hukum) menurun. Sehingga kekerasan akan terus berulang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, peristiwa perkelahian menggunakan sajam jenis celurit melibatkan 4 orang melawan dua orang terjadi di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi pada Jumat (12/1/2024) sekitar pukul 18.30 WIB.

Dari peristiwa itu, tiga orang meninggal dunia di lokasi kejadian dan satu orang meregang nyawa saat perjalanan menuju puskesmas.

Satreskrim Polres Bangkalan menetapkan kakak beradik sebagai tersangka, HB (40) dan WD (35), warga Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi. Keduanya dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

Setelah peristiwa berdarah itu, Polres Bangkalan berupaya meredam situasi dengan menerjunkan sejumlah personel gabungan yang terdiri dari anggota polsek, polres, hingga dukungan personel Polda Jatim.

Dengan harapan tidak terjadi aksi balas dendam dari kedua belah pihak. 

Kapolsek Tanjung Bumi, AKP Fery Riswantoro mengungkapkan, sedikitnya tiga banner bertulisan pesan imbauan, ‘Hilangkan Budaya Membawa Sajam, Membawa Sajam Tanpa Izin Dikenakan Pidana Hukuman 10 Tahun Penjara’ dipasang di tiga titik. Meliputi Jalan Raya Desa Tanjung Bumi, Desa Bumi Anyar, dan Desa Banyusangkah.

“Kami juga menggelar razia tadi malam dengan sasaran sajam, bahan peledak, hingga narkoba sebagai upaya cipta kondisi. Apalagi sekarang momen pemilu,” singkat Fery kepada Tribun Madura. 

asan dan Wardi tewas.

Namun Hasan Busri dan Wardi tidak mengalami luka.

Padahal jaket bahan jins yang dipakai Hasan mengalami robek pada bagian lengannya.

Sobekan itu cukup panjang, namun lengan Hasan hanya tergores saja.

"Ini kenapa ? berantem juga ?" tanya Kapolres Bangkalan AKBP Febri Irman Jaya.

Luka goresan itu ada di bagian tangan dengan pergelangan.

Goresannya di lengan pelaku carok ini sangat pendek, berbeda dengan sobekan pada jaket.

Lantas benarkah pelaku carok Madura memiliki ilmu kebal ?

Ramai pula bahwa 4 korban carok di Madura, Mat Tanjar, Mat Terdam, Nujehri dan Hafid tidak membawa celurit seperti Hasan dan Wardi.

Hasan bercerita ketika melakukan carok celurit yang ia bawa dari rumah patah.

Ia lantas mengambil celurit milik Mat Terdam.

"Saya ambil punya MTJ yang tubuhnya sudah ambruk," kata Hasan Busri.

Bukti lain bahwa 4 korban carok bawa celurit adalah ketika Hasan memegang senjata Mat Terdam.

Hasan mengaku menahan celurit Mat Terdam.

"Saya pegang celuritnya, rebut di depan," kata Hasan Busri.

Mat Terdam mengeluarkan celurit ketika Mat Tanjar memukul Hasan.

"Mat Tanjar mukul saya, Mat Terdam ngeluarin celurit," kata Hasan Busri.

Adik Hasan, Wardi justru mengatakan bahwa kakaknya tidak terkena serangan celurit dari Mat Tanjar dan Mat Terdam.

"Gak kena dia," kata Wardi.

Begitu mendengar kata ‘Carok’, benak masyarakat sudah pasti menggambarkan sebuah peristiwa perkelahian menggunakan senjata tajam berupa celurit.

Namun sejatinya, dari sudut pandang sejarah budaya Madura disebutkan bahwa carok dilandasi persoalan harga diri, kesepakatan duel satu lawan satu, mendapat ‘restu’ dari keluarga kedua belah pihak, hingga tentang keikhlasan.

Hal itu dipaparkan Ketua Pusat Penelitian dan Inovasi Sosial Budaya Madura (LPPM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Iskandar Dzulkarnain.

Dosen Sosiologi UTM mengungkapkan, terjadinya carok kalau dilihat dari sudut pandang sejarah budayanya merupakan persoalan harga diri.

Hal itu diperkuat oleh hasil riset Latief Wiyata yang menyebutkan bahwa sebenarnya terjadinya carok itu 90 persen karena harga diri, persoalan perempuan, dan sudah ada perjanjian antara kedua belah pihak.

Sisanya karena harga diri tentang persoalan perebutan lahan seperti tanah.

Namun saat ini, lanjutnya, telah terjadi pergeseran yang sangat jauh sehingga berujung tindakan kriminal.

Seperti kemarin empat lawan satu, sebenarnya bukan carok tetapi lebih kepada persoalan kriminal, dendam-dendam berujung tindakan kriminal menggunakan sajam.

“Carok bukan lagi persoalan harga diri, tetapi nuansanya lebih ke persoalan politik bahkan hanya sekedar perebutan kekuasaan. Fenomena carok sekarang dilakukan dari belakang, bergerombol membunuh satu orang. Dari perspektif sejarah budaya Madura, itu sebenarnya bukan definisi carok,” ungkap Iskandar kepada Tribun Madura, Selasa (16/1/2024).

Ia menjelaskan, ada kepercayaan masyarakat Madura jaman dulu bagi pihak yang salah dan akhirnya kalah dalam duel carok maka tidak ada dendam. Namun jika pihak yang benar ternyata kalah dengan posisi wajah menghadap ke atas, anak laki-laki atau saudara laki-laki dari pihak yang benar namun kalah harus melakukan balas dendam.

Dan apabila pihak yang benar meninggal dengan wajah menghadap ke bawah atau dengan tubuh tersungkur, itu berarti sudah ikhlas dengan kekalahannya.

Pihak pemenang dan benar akan mengantar jenazah lawan ke rumah keluarga pihak yang kalah, disitulah keikhlasan maksudnya. Di situ akhirnya muncul rasa kebanggan bahwa dia berada di pihak yang benar dan menang,

Iskandar memaparkan, apabila pihak yang salah kemudian kalah dalam carok kemudian jenazahnya diantar oleh pihak yang benar dan menang ke rumah keluarganya, itu sudah menjadi hal yang sudah biasa. Keluarga dari pihak yang salah menerima dengan ikhlas, arahnya lebih ke perilaku sportif. Hanya saja sekarang arahnya lebih dikriminalkan, akhirnya siapapun yang bawa senjata tajam akhirnya dianggap tindakan kriminal.

“Orang yang melakukan carok itu sudah siap semuanya, mulai bekal secara keilmuan, bekal keluarga mengikhlaskan dia ‘berperang’ karena ada rasa malu di keluarga. Kenapa rasa malu itu muncul, karena di Madura itu pola pemikirannya Tanean Lanjeng, itu erat juga juga kaitannya,” paparnya.

Konsep Tanean Lanjeng atau halaman panjang, lanjut Iskandar, merupakan sebuah konsep pemikiran masyarakat Madura yang menekankan setiap anak perempuan Madura yang sudah menikah harus menetap di rumah orangtua atau dibuatkan rumah di samping rumah oleh orang tua. Artinya pihak pria ikut menetap di rumah isteri, berbeda dengan Jawa di mana perempuan yang ikut lak-laki ketika sudah menikah.

Akhirnya terbentuklah konsep tanean lanjeng atau halaman panjang komplek keluarga dengan satu buah langgar atau mushola. Di situlah kenapa setiap rumah di Madura terdapat satu bangunan langgar atau mushola.

Iskandar menjelaskan, setiap tamu yang berkunjung memang tidak boleh langsung masuk ke rumah inti.

Langgar atau mushola selain tempat ibadah juga sebagai tempat untuk tamu dengan harapan menghindari terjadinya perselingkuhan atau main mata.

“ketika seorang perempuan ‘dinistakan’, di situlah perasaan malu atau aib bukan hanya ditanggung suami namun sudah mengusik harga diri keluarga besar.  Jadi para anak perempuan meski sudah menikah harus kumpul dengan orang tua, tidak lepas. Karena itu, carok hingga saat ini masih kuat terjadi meski sudah jauh mengalami pergeseran dari arti sebenarnya,” tuturnya.

Disinggung terkait perihal apa saja yang bisa mengikis fenomena carok?, Iskandar menyebutkan peran kiai sangatlah kuat dalam memberikan pemahaman bahwa membunuh orang baik itu dalam asumsi benar atau salah merupakan tindakan yang tetap perlu dipersalahkan atau merupakan tindakan berdosa.

Pemerintah, lanjutnya, juga mempunyai peran besar untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan.

Apabila derajat pendidikan di Madura masih rendah dan masih banyak masyarakat buta aksara dan kemudahan mendapatkan akses informasi terkait pelanggaran hukum masih sangat terbatas, maka berakhirnya fenomena terjadinya kekerasan menggunakan sajam tidak akan pernah berakhir.

“Sehingga yang terjadi, melakukan pembunuhan itu masih dianggap sebagai tindakan kriminal biasa, padahal itu bisa dipenjara seumur hidup. Peran aparat kepolisian, kejaksaan, dan hakim juga harus diperkuat. Bukan kemudian ada main mata terkait vonis hukuman yang menyebabkan indeks kepercayaan terhadap APH (aparat penegak hukum) menurun. Sehingga kekerasan akan terus berulang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, peristiwa perkelahian menggunakan sajam jenis celurit melibatkan 4 orang melawan dua orang terjadi di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi pada Jumat (12/1/2024) sekitar pukul 18.30 WIB.

Dari peristiwa itu, tiga orang meninggal dunia di lokasi kejadian dan satu orang meregang nyawa saat perjalanan menuju puskesmas.

Satreskrim Polres Bangkalan menetapkan kakak beradik sebagai tersangka, HB (40) dan WD (35), warga Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi. Keduanya dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

Setelah peristiwa berdarah itu, Polres Bangkalan berupaya meredam situasi dengan menerjunkan sejumlah personel gabungan yang terdiri dari anggota polsek, polres, hingga dukungan personel Polda Jatim.

Dengan harapan tidak terjadi aksi balas dendam dari kedua belah pihak. 

Kapolsek Tanjung Bumi, AKP Fery Riswantoro mengungkapkan, sedikitnya tiga banner bertulisan pesan imbauan, ‘Hilangkan Budaya Membawa Sajam, Membawa Sajam Tanpa Izin Dikenakan Pidana Hukuman 10 Tahun Penjara’ dipasang di tiga titik. Meliputi Jalan Raya Desa Tanjung Bumi, Desa Bumi Anyar, dan Desa Banyusangkah.

“Kami juga menggelar razia tadi malam dengan sasaran sajam, bahan peledak, hingga narkoba sebagai upaya cipta kondisi. Apalagi sekarang momen pemilu,” singkat Fery kepada Tribun Madura. 










SUMBERhttps://jatim.tribunnews.com/2024/01/19/nasib-pelaku-carok-yang-tewaskan-4-orang-malah-tertawa-saat-cerita-aksinya-ketinggalan-saya?page=4



Nasib Pelaku Carok yang Tewaskan 4 Orang Malah Tertawa saat Cerita Aksinya: Ketinggalan Saya Nasib Pelaku Carok yang Tewaskan 4 Orang Malah Tertawa saat Cerita Aksinya: Ketinggalan Saya Reviewed by wongpasar grosir on January 19, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.