Banyuwangi (beritajatim.com) – Memasuki 1 Suro dalam penanggalan Jawa, warga Banyuwangi kembali menggelar beragam tradisi budaya. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah Festival Tumpeng dan Takir Sewu yang dilaksanakan oleh warga Kampung Kedawung, Dusun Sukodadi, Desa Sraten, Kecamatan Cluring.
Dalam festival tersebut, sebanyak seribu tumpeng hasil pertanian warga dikirab mengelilingi dusun. Tumpeng-tumpeng itu terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari tumpeng agung, tumpeng ingkung, hingga tumpeng hasil bumi seperti buah-buahan dan sayuran segar. Beberapa tumpeng bahkan dibuat dalam ukuran raksasa, mencapai tinggi sekitar dua meter.
Kepala Desa Sraten, Arif Rahman Mulyadi, mengatakan bahwa tradisi ini rutin digelar setiap tahun pada 1 Suro sebagai bentuk syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah.
“Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Kedawung, Sraten yang mayoritas petani atas limpahan rezeki yang diberikan oleh Allah SWT,” ujarnya, Minggu (29/6/2025).
Sebelum puncak acara digelar, warga terlebih dahulu melakukan ritual bersih desa dan ziarah ke makam leluhur. Prosesi ini dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan dan permohonan doa untuk keberkahan desa.
Puncak festival ditandai dengan kirab seribu tumpeng yang dilakukan secara gotong royong oleh warga. Setelah kirab selesai, seluruh tumpeng yang telah didoakan tersebut dibagikan kepada masyarakat menggunakan takir—wadah makanan tradisional yang terbuat dari daun pisang.
Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, yang turut hadir dalam acara itu, menyampaikan apresiasinya atas upaya pelestarian tradisi oleh masyarakat Sraten. Ia juga menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah memasukkan Festival Tumpeng dan Takir Sewu sebagai bagian dari agenda tahunan Banyuwangi Festival (B-Fest).
“Kita masukkan B-Fest agar diketahui banyak orang, sehingga ada yang datang ke kampung ini. Dampaknya bisa meningkatkan kesejahteraan warga sekitar, terutama pedagang UMKM yang ada disini,” ujar Mujiono.
Ia juga mengajak masyarakat untuk terus menjaga dan melestarikan warisan budaya lokal sebagai identitas dan kekayaan tak ternilai.
“Budaya ini harus terus kita uri-uri. Di dalamnya terkandung filosofi luhur tentang rasa syukur, kebersamaan, serta keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat,” jelasnya.
Tradisi Festival Tumpeng dan Takir Sewu bukan hanya menjadi wujud syukur atas hasil bumi, tetapi juga menjadi ruang pelestarian budaya serta penguat ikatan sosial masyarakat pedesaan di Banyuwangi. [alr/suf]
No comments: