SURYAMALANG.COM, - Kronologi tanah bengkok desa senilai Rp 6,7 miliar di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang berubah milik perorangan terungkap.
Tanah bengkok desa yang luasnya 4.000 m3 itu berubah kepemilikan diduga karena ada tukar guling aset desa atau ruislag
Alhasil, warga Desa Pandanlandung geger dan ingin mengusut kasus tanah bengkok desa ini sejelas-jelasnya.
Pasalnya, tukar guling aset tanah desa itu dinilai tidak prosedural dan disebut tanpa persetujuan Bupati, Gubernur dan dewan.
Sebetulnya, tanah bengkok desa yang berubah jadi milik perorangan sudah ada lahan penggantinya, namun warga tetap tidak terima.
Lalu bagaimana kronologinya?
Terkuaknya kasus itu berawal dari adanya sertifikat massal atau PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap) tahun 2023.
Pihak desa menerima sertifikat peralihan nama, dari tanah bengkok ke perorangan sehingga warga geger.
Buntut kasus itu, Abah Sukir, perwakilan tokoh setempat mendatangi balai desa dan diterima oleh perangkat desa, Selasa (10/12/2024) siang kemarin.
"Iya, itu sudah kami tanyakan dan semua perangkat, yang menemui saya di balai desa kemarin membenarkan kalau tanah kas desa itu sudah beralih kepemilikan ke perorangan," tutur Abah Sukir.
Abah Sukir juga sosok yang dikenal cukup dekat dengan Bupati Sanusi karena jadi tim relawan pemenangannya saat Pilkada pada 27 November 2024 lalu.
Menurut Abah Sukir, ia bersama warga berniat untuk mengadu ke Bupati Sanusi, DPRD Kabupaten Malang, bahkan ke Polres Malang.
"Kami menduga ada prosedur yang salah karena tidak semudah itu, untuk melakukan ruislag itu" paparnya.
Menurut Sukir, tanah bengkok desanya itu berada di dekat perumahan dan di antara hamparan tanah lainnya.
Itu harganya berkisar antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per meter.
Meski, tanah penggantinya berjarak sekitar 700 meter dari tanah bengkok itu namun lokasinya tak strategis.
Sebab, tanah itu berada di pinggir sungai atau di belakang Terminal Mulyorejo, Kecamatan Sukun.
Tanggapan Camat
Menanggapi hal tersebut, Drs Mardiyanto MM, Camat Wagir mengatakan, kasus sudah ditangani Inspektorat karena ada warga yang mengadu.
Oleh Inspektorat, sudah dicek dua kali ke lokasi dan tanah bengkok itu belum dialihfungsikan atau masih berupa hamparan tanah, seperti bentuk asalnya.
"Informasinya, sertifikat dari hasil PTSL itu sudah diamankan di balai desa. Cuma, kebenarannya bagaimana, kami belum tahu," ungkap Mardiyanto.
Mardiyanto mengaku tidak tahu menahu soal itu karena tidak ada kaitannya dengan wewenang kecamatan.
Respons Pemkab
Sementara, Nurcahyo, Kepala Inspektorat Pemkab Malang mengatakan, proses ruislag cukup rumit karena harus melibatkan banyak pihak, di antaranya tim dari Pemkab Malang.
Namun, jika warga ingin segera ada kepastian atas masalah itu, Nurcahyo menyarankan untuk menanyakan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional).
"Silahkan, ditanyakan ke BPN saja, apa benar itu sudah disertifikatkan," ungkap Nurcahyo.
Anggota DPRD Kabupaten Malang, Abdul Qodir SH turut angkat bicara terkait kasus Desa Pandanlandung yang merupakan daerah pemilihan (Dapilnya) saat jadi Caleg pada 14 Februari 2024 lalu.
"Ada Dumas (pengaduhan masyarakat) kepada saya" kata Abdul Qodir, yang merangkap jadi ketua Fraksi PDIP itu.
"Jika ada sesuatu atas warga, apalagi ada kasus seperti itu, kami siap mengawalnya" lanjutnya.
"Sebab, tidak mudah untuk proses ruislag aset pemkab itu. Itu harus ada tim dari Pemkab Malang dan BPN, sebelum bupati menyetujuinya," papar Abdul Qodir.
Tentang Tanah Bengkok
Tanah bengkok adalah tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa dan diberikan oleh pemerintah daerah.
Tanah ini tidak bisa diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, tetapi bisa disewakan oleh mereka yang diberi hak untuk mengelola.
Tanah bengkok dapat diperuntukkan sebagai gaji kepala desa dan perangkat desa.
Hasil pengelolaan tanah bengkok digunakan sebagai salah satu anggaran pendapatan desa.
Tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Tanah lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji.
2. Tanah kas desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa.
3. Tanah pengarem-arem, menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua.
No comments: